RSS
Jurnal Pribadi Muhammad Syafi'i

Cerpen : “Panggil Aku Adik mu”



Cerpen : “Panggil Aku Adik mu”
           
Sore itu turun rintik-rintik hujan dikala petang dan langit yang sedikit tertutup awan gelap mulai menyapa dunia, terlintas dipikiran Faisal untuk ikut berangkat kepelabuhan untuk menunggu kedatangan saudara laki-laki (abang) yang telah 1 (satu) tahun terakhir tidak pulang kerumah, karena harus menuntut ilmu di ibu kota Propinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru. Dihalaman rumah sudah bersiap-siap seorang Bapak paruh baya yang sedang mengendarai sepeda motor sedang menunggu hujan reda. Dan tak lama kemudian terdengar suara teriakan.
“Abah ngak jadi jemput abang ke pelabuhan?” tanya Faisal lantang
“Iya Abah sedang menunggu hujan reda nak” jawab sang Ayah
“Jika Abah terus menunggu hujan, nanti abang bisa lama menunggu di pelabuhannya, kasihan abang Bah, apalagi gerimis begini” tegas Faisal kembali
“Ya nak, kamu benar juga, kalau begitu Abah berangkat sekarang”
Dengan mengambil jas hujan yang sedang tergantung tidak jauh dari teras rumah mereka, dan kemudian sang Ayah pun bergegas menghidupkan kembali sepeda motor yang sebelumnya sempat ia matikan karena terlalu lama menunggu.
“Abah berangkat jemput abang dulu ya nak” tegas sang ayah
Dari sudut jendela kayu itu Faisal melihat sang Ayah berlalu ditengah hujan yang berjatuhan membasahi bumi ini. dan disela-sela itu Faisal hanya mampu berdoa agar diberikan keselamatan kepada kedua orang yang ia sayangi, dan berharap segera bisa bertemu dengan sang kakak laki-laki satu-satunya.
Dan setelah 1 jam berlalu, tiba-tiba suara klakson motor yang sangat tidak asing bagi Faisal terdengar begitu lantang ditelinganya. Dan tanpa berpikir panjang lagi Faisal langsung menuju keteras rumah dimana bunyi klakson motor itu terdengar jelas. Dan sesuatu yang ia tunggu telah hadir didepan matanya, yaitu seorang saudara laki-laki (abang) yang selama ini jarang sekali bertemu, karena sang kakak sekolah di kota untuk menuntut ilmu disalah satu sekolah negeri di kota Pekanbaru.
Tanpa basa-basi Faisal langsung memeluk sang kakak, dengan penuh rasa senang Faisal tidak henti-hentinya bertanya kepada abangnya tersebut.
“Kenapa lama sekali sekolahnya, kapan selesai, terus kenapa mesti sekolah jauh-jauh, sementara dikampung juga ada sekolah kok”
“Eeehhh adik abang yang bawel, baru saja abang sampai dirumah dan jangan kan disuruh masuk, tapi malah sibuk ditanya-tanya yang ngak penting”. Tegas Diar, begitu sapaan akrab”
Sebenarnya Diar memiliki nama asli yaitu Nadiar, tapi orang-orang disekitar kerap memanggilnya dengan sapaan Diar. Dan dengan nada meledek sang adik, ia melontarkan candaan yang membuat Faisal menjadi kesal. Begitu lah layaknya sebagai seorang kakak adik, canda tawa itu selalu hadir jika sudah bertemu, namun tidak hanya ada canda tawa saja, tapi bahkan tidak kalah sering timbul sebuah sebuah perselisihan atau perdebatan yang terkadang tidak perlu untuk diperdebatkan. Sebut saja hanya karena sebuah mainan yang dipakai oleh adik atau abang, atau karena merasa iri mendapatkan perhatian lebih diantara mereka. Sungguh suatu pemandangan yang kerap terjadi dilingkungan sebuah rumah tangga dengan memiliki anak baik putra maupun putri.
Sore itu merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi Faisal, karena kerinduannya yang selama ini kepada sang kakak dapat terlepaskan. Rasanya semua yang selama ini yang ingin disampaikan akan diceritakan kepada sang kakak. Hal ini bukan tanpa alasan sudah hampir 1 tahun lamanya sang kakak tidak pulang kampung dan intensitas pertemuan mereka pun sangat jarang, hanya mampu lewat sepucuk surat yang terkadang dititipkan kepada sanak keluarga yang kebetulan ke kota. Dan ini merupakan salah satu cara bagi Faisal untuk berkomunikasi dengan sang kakak. 
Tak beberapa hari berselang waktu libur sekolah pun mulai berakhir, sehingga mengharuskan Diar sang kakak laki-laki pergi kembali meninggalkan rumah guna untuk menuntut ilmu disekolah yang lebih baik di kota. Dan ini sudah tentu menjadi pukulan terberat bagi Faisal untuk berpisah kembali dengan sang kakak, mungkin kedengarannya aneh, kenapa Faisal begitu merasa sangat kehilangan sosok sang kakak laki-lakinya tersebut, hal ini disebabkan Faisal sering merasa cemburu dengan teman-teman sebayanya yang sering membanggakan abangnya dan menjadikan mereka sebagai pelindung disaat mereka mendapakan perlakuan yang kurang baik dari teman-teman sebaya mereka. Hal itu tidak pernah Faisal rasakan, berbeda dengan teman-teman sebayanya yang lain selalu saja membanggakan abangnya untuk berlindung apabila diganggu oleh orang lain.
Pagi itu, Sabtu tanggal 05 Februari 1994 sepasang mata tertuju pada arah jam dinding yang menunjukan pukul 07.05 wib, dan tepat di depan teras rumah sebuah sepeda motor sedang dipanaskan dan terlihat dari kejauhan sang Abah yang sibuk membersihkan motor dan tepat disampingnya sang kakak yang bernama Diar berdiri tegak.
Tak lama kemudian Faisal menghampiri Abah dan sang kakak, sembari membawakan tas sandang yang berisikan pakaian dan makanan yang telah disiapkan oleh sang ibu untuk menjadi bekal Diar di perjalanan.
“Abang jadi pulang hari ini juga?” Tanya Faisal
“Iya, kenapa?”
“Kenapa tidak menunggu besok aja, kan liburnya masih ada?” Tanya Faisal kembali
“Abang masuk sekolahnya hari senin, jadi kalau berangkatnya besok kapan abang bisa istirahatnya”
“Iya juga sih”
“Sudah jangan ganggu abang mu, dia itu mau sekolah untuk menuntut ilmu, biar nanti jadi orang pintar” tegas Abah
“Iya abah, Faisal tau”
“Ya sudah, kalau begitu abah berangkat antarkan abang mu kepelabuhan dulu ya”
“Ya abah, hati-hati dijalan”

Terbesit doa disaat sang abah dan kakak yang berlalu dengan menggunakan sepeda motornya
“Ya Allah lindungi lah abah dan abang ku, agar selamat sampai tujuan”.
Hampir 2 tahun berlalu Diar tidak lagi pulang kekampung halaman, dengan alasan ingin menyelesaikan sekolahnya dulu baru akan pulang kekampung, dan setelah hampir 2 tahun lamanya tak pulang kerumah, akhirnya setelah menyelesaikan studi ditingkat sekolah menengah atas (SMA) Diar, sapaan sang kakak laki-laki Faisal tersebut pulang kekampung halamannya, dengan membawa ijazah SMA yang telah ia selesaikan. Dengan menggunakan kapal laut yaitu yang sering disebut dengan nama Verry, Diar kembali melangkahkan kakinya kekampung halamannya. Dan kembali berkumpul dengan sanak keluarga yang ada dikampung.
Namun tak lama setelah keberadaannya dikampung, ia kembali ingin meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja disalah satu perusahaan swasta yang ada dikota Pekanbaru, hal ini berkat bantuan salah seorang teman lamanya diwaktu bangku sekolah yang juga telah bekerja diperusahaan yang sama. Tak kurang dari 1 bulan berada dikampung halamannya, kini Diar ingin pergi kembali ke kota untuk mengadu nasib dengan bekerja disalah satu perusahaan swasta yang ada dipekanbaru. Disisi lain kabar ini mulai terdengar oleh Faisal yang sedang berlibur ditempat neneknya. Hal ini membuat Faisal lagi-lagi tidak dapat bertemu secara langsung dengan sang kakak, karena harus kembali meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di kota. Walaupun sempat bertemu beberapa hari sebelum Faisal berangkat untuk menjenguk sang nenek.
Di kota Diar memulai hidup yang baru dengan statusnya sebagai seorang karyawan disebuah perusaan swasta yang bergerak dibidang elektronik. Dan tidak beberapa lama Diar bekerja di Kota Pekanbaru, terdengar kabar berita yang sangat menyedihkan bagi pihak keluarga besar Faisal dimana mereka harus merelakan kepergian salah seorang anak laki-laki kebanggaan keluarga untuk selama-lamanya. Kabar duka itu didapat dari salah seorang kerabat yang juga tinggal di kota Pekanbaru, dan ini merupakan sebuah pukulan terberat bagi keluarga besar dan sudah tentu bagi Faisal sendiri yang merasa ini seakan mimpi, karena setelah sekian lama hampir 2 tahun tidak bertemu karena dipisahkan oleh jarak dan waktu, kini ia harus menerima kenyataan bahwa perpisahan itu tidak lagi berbicara hanya sebatas ruang dan waktu, melainkan dua alam yang berbeda. Dan tidak akan ada lagi canda tawa yang akan tergambar dari sosok abang yang selama ini ia harapkan mampu menjadi tempat ia mengadu jika ia diperlakukan tidak baik oleh teman-teman sebaya atau yang lainnya. Dan tidak akan ada lagi celotehan yang sering ia dengar yaitu “kamu itu anak laki-laki, jadi harus kuat jangan cengeng seperti layaknya anak perempuan”.
Di usia Faisal yang baru beranjak 15 tahun tersebut, tak banyak yang ia mampu katakan karena ia belum begitu paham akan arti kehilangan dan seakan tak percaya dengan apa yang telah menimpa saudara laki-lakinya tersebut. Tampak raut wajah sedih dan terluka yang begitu mendalam yang terjadi pada kedua orang tua Faisal dan tetesan air mata itu pun tak terbendung lagi, dan pelukan hangat dari sang Abah yang sedikit memberikan ketenangan pada sang Ibu yang begitu sangat terpukul atas musibah tersebut. Ibu mana yang tidak akan sedih akan kehilangan anaknya, karena tidak ada satu pun ibu didunia ini sanggup melihat anaknya terluka apalagi harus meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Kini tak ada cerita serta canda tawa yang hadir ditengah-tengah keluarga yang keluar dari mulut sang kakak, dan seakan belum begitu banyak kenangan yang tersimpan dalam memori Faisal saat saudara laki-lakinya itu semasa hidupnya. Hal ini dikarenakan intensitas pertemuan kedua kakak adik tersebut sangat terhitung jarang bertemu.
 Sering waktu Faisal berusaha menemukan sosok kakak atau abang yang ia harapkan hadir kedalam hidupnya, dan dalam perjalanan yang panjang. Sempat bertemu dengan seseorang yang sangat peduli dan sayang dengannya, namun ternyata dibalik semua itu ada sesuatu yang dia sembunyikan dan maksud tidak baik terhadap Faisal dengan mengambil sebuah keuntungan dari kedekatan mereka.
Perkenalan yang tidak pernah direncana sebelumnya terjadi disaat rasa kepercayaan Faisal yang kurang baik terhadap orang-orang yang ada disekelilingnya. Diantara sekian banyak yang telah memberikan perhatian tersebut salah satu dari mereka ada yang menarik perhatian Faisal, dimana ia merasa sangat nyaman untuk mengobrol apapun, sosok pria itu adalah Arie. Sekilas tentang Arie adalah merupakan rekan kerja dari Faisal sendiri, padahal sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya untuk bisa sedekat itu, dimana setiap mereka mengobrol Faisal merasa sangat nyaman dan seolah telah menemukan sosok saudara laki-laki (abang) yang telah lama hilang dihidupnya. Hal ini membuat Faisal menganggap bahwa Arie mampu menggantikan sosok abang baginya.  


 
Kerinduan Faisal terhadap sosok seorang kakak atau abang yang tidak pernah ia rasakan layaknya seperti orang pada umumnya. Walaupun pada dasarnya ia memiliki seorang abang, namun semua itu seakan tidak pernah ia rasakan, karena selama ini hubungan kedua kakak adik tersebut seolah tak pernah ada, hanya sebatas ikatan batin dan darah saja, namun secara kasat mata mereka bahkan tidak memiliki intensitas pertemuan yang baik.
Disaat Faisal mulai memiliki kebersamaan itu, namun maut telah memisahkan mereka. Sungguh ini menjadi pukulan terberat bagi Faisal untuk menerima kenyataan tersebut, karena telah kehilangan sosok seorang abang atau kakak laki-laki yang akan mampu membimbingnya.
Sampai pada suatu ketika ia dipertemukan dengan sosok yang ia kagumi dan berawal dari kekaguman seorang Faisal terhadap Arie yang notabene lebih muda dibandingkan dengan usia Faisal sendiri. Namun bukan itu yang menjadi penghalang Faisal menggangap Arie sebagai sosok abang baginya, karena ia sadar selama ini hampir belasan tahun ia tidak pernah mendapatkan perhatian dari seorang abang. kekaguman itu lahir dari sosok Arie yang begitu dewasa dimata Faisal, karena Faisal sendiri termasuk pribadi yang sangat periang, energik dan humoris, serta sulit untuk bisa menerima pandangan dari orang lain, hal ini disebabkan Faisal sendiri terkenal dengan tipe yang sangat keras kepala dalam mengambil setiap tindakan selalu berdasarkan pemikirannya saja, tanpa mau memperdulikan masukan dari orang lain, termasuk dari keluarga, sahabat terdekatnya. Namun sejak hadirnya sosok Arie yang ia anggap sebagai abangnya tersebut mampu meluluhkan hatinya sehingga Faisal mau menuruti setiap nasehat yang keluar dari mulutnya. Dan kini Faisal benar-benar berharap Arie bisa menjadi saudara laki-laki baginya. Dan pertemuan itu merupakan langkah awal bagi Faisal untuk bisa mengenal sosok seorang teman yang sekaligus ia anggap sebagai seorang abang angkatnya. Namun dibalik itu semua kedekatan Faisal dan Arie ditanggapi negatif oleh sebagian teman-teman mereka, sehingga banyak yang menganggap bahwa hubungan yang Faisal jalani itu sebuah prilaku yang aneh dan menyimpang. Dan seiring waktu kedekatan itu menunjukan arti sebagai seorang kakak adik, namun sebuah kesalahan yang sangat fatal telah dilakukan oleh Faisal, dimana Arie menganggap telah dimanfaatkan sebagai objek penelitian sebuah tulisan yang sedang digarap oleh Faisal.

Bersambung…………..


0 komentar:

Posting Komentar