Cerpen karya Muhammad Syafi’i
“Lentera Jingga”
Kisah ini
berawal di awal tahun 2010 yang lalu, Semua ini terjadi seperti air yang
mengalir, karena kehadiran Jingga ditengah-tengah puluhan peserta perkemahan
itu begitu cukup menarik perhatian dari sebagian besar peserta pria di perkemahan
itu.
Sosok Jingga
adalah seorang gadis manis yang memiliki kekuatan sorot matanya yang begitu
tajam, secara fisik Jingga adalah wanita yang menarik, dan ngak salah rasanya
jika banyak pasang mata yang mencoba meliriknya dan ingin mengenal lebih jauh, apalagi
Jingga juga termasuk gadis yang ceria dan mudah bergaul dengan orang lain. Semua
berawal dari sebuah percakapan ringan yang semula biasa-biasa saja, kini
berubah menjadi sebuah cerita yang indah, karena Jingga merasa telah menemukan
sebuah rasa cinta yang ia tak pernah di sadari seperti apa sesungguhnya, dan
pria yang beruntung dari puluhan peserta laki-laki yang ada diperkemahan itu
adalah Zulfan, seorang koordinator dibumi perkemahan.
Zulfan
adalah sosok pria yang sangat senang dengan humor, karena ia begitu mudah
bergaul dengan banyak orang, selintas tidak banyak hal yang menarik dari
seorang Zulfan, namun dibalik sosoknya yang humoris tersebut mampu menarik
perhatian Jingga, sehingga ia memberanikan diri untuk memiliki sebuah komitmen
yang sering disebut “pacaran”. Walaupun pada dasarnya mereka baru saja saling
mengenal satu sama lainnya.
Salah satu
yang menjadi saksi bisu akan kebersamaan mereka adalah danau yang ada di bumi
perkemahan dengan segudang pesona yang mampu memanjakan mata yang melihatnya.
Hal ini sejalan dengan tertutupnya hubungan yang mereka jalani, dan mereka juga
telah sepakat untuk tidak saling menunjukan perhatian yang berlebihan selama
dibumi perkemahan, hal ini dilakukan agar tidak adanya kecemburuan sosial
diantara yang lainnya, karena aturan itu dibuat oleh Zulfan dan kawan-kawan
lainnya. Dan sekarang ia harus melanggarnya.
Demi untuk
menjaga nama baik dan juga agar tetap dihormati sebagai koordinator dalam acara
perkemahan tersebut, maka Zulfan menyampaikan hal tersebut kepada Jingga. Di jembatan
kayu tepi danau itu menjadi saksi bisu akan rasa cinta yang mereka sedang
rasakan, dan Zulfan dengan lantang memberanikan diri mengungkapkan perasaannya
kepada Jingga, bahkan ia sempat berjanji akan terus bersama dan ingin
menjadinya sebagai ibu dari anak-anaknya kelak.
Sungguh sesuatu
hal yang sangat membuat Jingga merasa tersanjung nan luar biasa, setelah
mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Zulfan. Dan ingin menjadikannya
sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak mereka kelak.
Setelah 2
hari berselang, kini semua peserta perkemahan harus meninggalkan segala
kenangan mereka dibumi perkemahan dan kembali kekehidupan semestinya, kembali
beraktifitas seperti biasa. Dan begitu juga dengan Zulfan dan Jingga yang harus
kembali terpisah. Dan walapun sebelumnya mereka pernah berjanji akan terus
menjaga komunikasi diantara mereka dan ingin tetap selalu bersama. Namun semua
itu tidak seperti yang diharapkan oleh Jingga, setelah sepulangnya dari bumi
perkemahan, tak henti-hentinya Jingga untuk melirik hanphone nya dan berharap ada
pesan dan telephone yang datang dari Zulfan, namun semua itu seakan sebuah
penantian yang sia-sia. Selang beberapa jam setelah kepulangan mereka dari
perkemahan, namun kabar dari Zulfan pun tidak kedengaran, dan dengan tanpa
berpikir panjang, lalu Jingga memberanikan diri untuk menghubungi Zulfan terlebih
dahulu, namun apa yang ia dapat, adalah nomor hp yang diberikan Zulfan tidak
aktif.
Sepanjang
malam Jingga terus memandangi HP miliknya, dan berharap sebuah kabar gembira
akan menghampirinya, namun itu tetap saja hampa. Hingga rasa lelah dan kantuk itu
pun mengalahkannya, dan seiring dengan sebuah penantian mata itu pun
terpejamkan dengan penuh pengharapan jika ia bangun nanti akan ada kabar
tentang sang pujaan hati.
Pagi itu
sayup-sayup terdengar suara kicauan burung-burung yang sedang asyik bernyanyi
riang menyambut indahnya sang mentari pagi. Perlahan kelopak mata yang nan
indah itu terbuka, dan sambil melihat kejendela dan disela-sela jendela itu,
sinar sang mentari sudah mulai menyentuh kulit, dan memberikan kehangatan pada
dunia. Seakan terbangun dalam sebuah tidur panjang, dengan bungan bunga-bunga
tidur yang menemani malam nan panjang. Dan seakan rasa tak percaya, semua
keindahan yang pernah dirasakan Jingga layaknya sebuah mimpi dan berada dalam
dunia mimpi, dan seakan segera ingin terbangun dari mimpi buruk itu. Namun
semua itu nyata dan tak dapat dielakkan olehnya. Sungguh suatu kenyataan yang
pahit dan harus ia terima dengan baik.
Sampai pagi
itu, tak sedikit pun kabar tentang sang pujaan hati, kegelisahan hati Jingga
berubah menjadi ketakutan dan kecurigaan jika ia telah dipermainkan. Perasaan
itu benar-benar berkecamuk dalam batinnya, tanda tanya besar itu selalu
menghampirinya dan rasanya ia ingin tak percaya atas apa yang terjadi padanya.
Entahlah, ia benar-benar tak mampu berpikir jernih kala itu. Dan yang ada dalam
benak Jingga adalah ia tak mampu membohongi hati kecilnya jika ia telah
kehilangan.
Setelah
hampir satu pekan, namun tak kunjung juga ada kabar dari Zulfan, bahkan nomor
hp yang diberikan itu tak pernah aktif sekali pun, dan sudah puluhan sms yang
Jingga kirimkan kepada Zulfan, agar nanti dapat dibaca olehnya, namun tak
kunjung juga mendapatkan balasan.
Perjalanan
kisah cinta Jingga yang sengaja ditutupi itu menjadi pilihan yang harus ia
ambil. karena Jingga merasa ia belum siap akan ada sesuatu pandangan yang
berbeda dari orang lain, dan ia benar-benar belum siap untuk semua kenyataan
ini, namun dibalik itu keluarga Jingga juga sudah menantikan jejak kisah
cintanya yang tak kunjung datang.
Karakter Zulfan,
sesungguhnya bukanlah yang diharapkan oleh Jingga, entah apa yang sedang ada
dalam pikirannya, karena dibalik semua itu, ia tak mampu menahan rasa dan
perasaannya yang begitu dalam, walaupun terkadang Jingga belum siap untuk
mengenalkan Zulfan pada teman2 nya.
Sebuah
penantian panjang yang sedang melanda Jingga, membuatnya kembali mendatangi
bumi perkemahan dan dermaga kecil ditepi danau yang menjadi saksi bisu
terjalinya kisah kasih mereka berdua. Sambil menatap jauh kearah danau dan
pepohonan nan rindang dipinggir-pinggir danau itu, Jingga hanya mampu terdiam
seribu bahasa, hanya tetesan air mata yang mampu mengungkapkan rasa yang sedang
ia alami. Semua ini seakan mimpi baginya, disatu sisi baru saja ia dihadapkan
sebuah gambaran kebahagiaan masa depan nan indah bersama orang pilihannya,
namun disisi lain, ia juga harus menghadapi kenyataan yang pahit, kehilangan
seseorang yang baru saja memberikan sejuta harapan.
Bersambung……….